Beranda > kedokteran > LEPTOSPIROSIS

LEPTOSPIROSIS

BAB I.

PENDAHULUAN

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik serotypenya. Penyakit ini pertama dikemukakan oleh Weil pada tahun 1886 yang membedakan penyakit yang disertai dengan ikterik ini, dengan penyakit yang disertai dengan ikterik yang lainnya. Penyakit ini memiliki spectrum klinis yang sangat luas dan kurang spesifik, mulai dari infeksi sub klinik, sampai sindrom klinis yang berat yang dikenal sebagai Weil’s disease. Leptospirosis juga sering disebut mud fever, slime fever, swamp fever,  autumnal fever, infectious jaundice, field fever, cane cutterfever dan lain-lain.

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

  1. ETIOLOGI

Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, family treponemataceae, suatu mikroorganisme spirocaeta. Genus ini memiliki 2 spesies, yaitu L. biflexa yang non pathogen serta L. interrogans yang bersifat pathogen. Beberapa serovar L. interrogans yang menginfeksi manusia diantaranya L. icterohaemorrhagica dengan reservoir tikus, L. canicola dengan reservoir anjing serta L. Pomona dengan reservoir sapi dan babi. Leptospira memiliki morfologi berbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 um,  dengan salah satu ujungnya membengkak membentuk kait. Dengan medium Fletcher’s dapat tumbuh dengan baik sebagai obligat aerob.

  1. EPIDEMIOLOGI

Leptospira tersebar di seluruh dunia, semua benua kecuali benua antartika, namun terbanyak didapati di daerah tropis. Leptospira terdapat pada binatang piaraan seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut, atau binatang-binatang pengerat lainnya seperti tupai, musang, kelelawar dan sebagainya.  Di dalam tubuh binatang tersebut, leptospira tumbuh di dalam ginjal atau air kemihnya. Tikus merupakan vector yang utama dari L. icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia.

Penyakit ini bersifat musiman, di daerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musim gugur, sedangkan di daerah tropis insiden tertinggi terjadi selama musim hujan. Untuk dapat berkembang biak, leptospirosis membutuhkan lingkungan yang optimal serta tergantung pada suhu yang lembab, hangat, PH air/tanah yang netral, dimana kondisi ini ditemukan sepanjang tahun di daerah tropis.

International Leptospirosis Society menyatakaan Indonesia sebagai Negara dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk mortalitasnya.

  1. PENULARAN

Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau tanah, lumpur yang telah terkontaminasi dengan urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka atau erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air menggenang ataupun air yang mengalir deras, dapat sebagai sumber penularan. Kadang-kadang penyakit ini  terjadi akibat gigitan binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak denga kultur leptospira di laboratorium. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi mendapat penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan, atau orang-orang yang mengadakan perkemahan di hutan, dokter hewan.

  1. PATOFISIOLOGI

Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar ke seluruh jaringan tubuh. Masa inkubasinya sekitar 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari.

Klinis leptospirosis dibagi menjadi dua fase (bifasik), yaitu fase leptospiremia (fase akut/fase septikemi) serta fase imun. Fase leptospiremia ditandai dengan adanya leptospira dalam darah dan cairan cerebrospinal, yang berlangsung kira-kira 1 minggu (4-7 hari). Lalu setelah agglutinin terbentuk, leptospira akan cepat menghilang dari sirkulasi, yang kemudian dilanjutkan dengan fase imun. Pada fase ini, leptospira dijumpai di jaringan ginjal dan okuler, sehingga fase imun selain ditandai dengan peningkatan produksi antibody, juga ditandai dengan ekskresi leptospira ke dalam urin (leptospuria).  Leptospirosis dapat dijumpai dalam urin sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi, berbulan – bulan, bahkan bertahun – tahun kemudian. Kebanyakan komplikasi yang terjadi pada leptospirosis berhubungan dengan lokasi leptospira pada jaringan selama fase imun, yaitu mulai minggu ke 2 pada perjalanan penyakit.

  1. PATOGENESIS LEPTOSPIROSIS

Bagaimana infeksi leptospira menimbulkan penyakit, belum diketahui dengan jelas. Berikut beberapa patogenesis yang mungkin terjadi dalam infeksi leptospirosis         (Levett, 2001) :

  • Produksi toksin

Beberapa serovar leptospira patogen mampu memproduksi toksin. Beberapa endotoksin yang diproduksi diantaranya hemolisin, sphingomyelinase, phospholipase C. Selain itu beberapa serovar juga memproduksi protein cytotoxin yang mampu menghambat Na-K ATPase.

  • Attachment (perlekatan)

Leptospira mengadakan perlekatan pada sel epitelial, diantaranya melekat pada sel epital renalis dan perlekatan ini dibantu oleh konsentrasi subagglutinasi dari antibodi homolog. Selain itu lipopolisakarida (LPS) leptospira merangsang perlekatan netrofil ke sel endotel dan platelet, menimbulkan aggregasi platelet dan menyebabkan trombositopenia.

  • Mekanisme imun dan immunitas leptospirosis

Aspek imunologis pada infeksi leptospirosis akan dijelaskan di sub bagian khusus.

  • Surface protein

Membran terluar dari leptospira tersusun oleh LPS dan beberapa lipoprotein (Outer Membran Proteins / OMPs). LPS bersifat sangat immunogenik dan menentukan spesifisitas masing-masing serovar. Keduanya, baik LPS maupun OMPs, penting dalam patogenesis dari nefritis interstitiil.

  1. ASPEK IMMUNOLOGIS LEPTOSPIROSIS

Imunitas terhadap leptospirosis dirangsang oleh beberapa antigen diantaranya yaitu antigen serovar spesifik yang diekstraksi dari LPS leptospira, antigen serupa yang mampu menghambat aglutinasi oleh antisera homolog, serta ekstrak sodium dodecyl sulphate yang terdapat pada seluruh dinding sel leptospira yang juga mampu merangsang pembentukan antibodi, yamg mana antibodi yang terbentuk juga berefek aglutinasi dan mengikat komplemen. Imunitas yang terbentuk berpengaruh kuat merestriksi serovar homolog atau yang mirip dengan itu.

Immunitas terhadap leptospirosis terutama merupakan imunitas humoral, namun imunitas seluler juga turut berperan dalam immunopathogenesis leptospirosis.

Mobilitas respon imun seluler terjadi terutama pada fase initial infeksi, yaitu 7 hari setelah inokulasi. Respon imun selluler yang terjadi berupa opsonisasi makrofag dan aktifasi netrofil. Secara simultan, bakteri akan mulai menghilang dari sirkulasi seiring dengan terbentuknya antibodi, dan respon imun seluler akan mulai digantikan dengan imunitas humoral, yang mengindikasikan bahwa dimungkinkan terdapat faktor inhibitor yang menyebabkan penekanan terhadap respon imun seluler. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penekanan respon imun selluler tersebut ditandai penurunan jumlah limfosit CD4+  dan responnya terhadap sejumlah mitogen.

Respon imun humoral ditandai dengan terbentuknya antibodi dan beberapa sitokin (IL-6, TNF-α dan transforming growth factor-β1 (TGF- β1)), nitrit oxide (NO) dan H2O2. Berdasarkan antibodi yang diproduksi, dibagi menjadi dua strain, yaitu strain Low (L) dan High (H). Strain H menunjukkan tendensi yang lebih tinggi terhadap respon Th2, dengan produksi antibodi yang lebih besar, lesi jaringan yang lebih luas serta adanya sintesis IL-4. Strain L menunjukkan respon Th1, dengan produksi yang besar dari interferon (IFN), serta aktivasi makrofag.

Reaksi imunologis terhadap leptospirosis merupakan salah satu faktor yang memperberat infeksi leptospirosis yang terjadi. Kompleks imun yang diproduksi menyebabkan inflamasi setempat termasuk di sistem saraf pusat. Jumlah kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi sebanding dengan berat-ringannya klinis infeksi leptospirosis yang muncul, sedangkan pada pasien yang mampu bertahan, perbaikan klinis yang terjadi sebanding dengan penurunan jumlah kompleks imun di sirkulasi.

Berdasarkan beberapa penelitian, antigen leptospira terlokalisasi di sel interstitium ginjal, sedangkan immunoglobulin G serta C­­­3 terdeposit di glomerolus dan dinding pembuluh darah kecil.

Selain itu, antibodi leptospira yang diproduksi dapat menimbulkan cross reaction dengan jaringan setempat, seperti pada mata, sehingga menimbulkan uveitis. Kerusakan retina dapat pula terjadi sehubungan dengan terdapatnya limfosit B di retina.

Pada leptospirosis dapat juga terbentuk antibodi antiplatelet. Antibodi tersebut melawan cryptantigen yang dipaparkan oleh platelet yang rusak.

Selain itu, outoantibodi yang lain juga dapat ditemukan, diantaranya anticardiolipin antibodi serta antineutrofil citoplasmic antibodi

Leptospira yang virulen juga mampu merangsang munculnya apoptosis. Apoptosis yang terjadi muncul akibat induksi TNF-α oleh LPS leptospira. Peningkatan jumlah sitokin inflamasi seperti TNF-α ditemukan dalam infeksi leptospirosis.

  1. PATOLOGI

Pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toxin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul merupakan akibat dari kerusakan endotel kapiler. Pada leptospirosis, derajat gangguan fungsi organ yang terjadi tidak sesuai dengan lesi histologis yang ditemukan. Lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Selain di ginjal, leptospira juga bertahan di otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan cerebrospinal  pada fase leptospiremia, yang akan menyebabkan meningitis sebagai komplikasi leptospirosis. Organ yang sering dikenai leptospira adalah hati, ginjal, otot dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ sbb :

1.     Ginjal

Interstisial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan lesi pada ginjal yang tanpa disertai kelainan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi karena tubular nekrosis akut. Adanya peranan reaksi imunologis berperan menimbulkan kerusakan ginjal.

2.     Hati

Nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Biasanya organism ini terdapat dalam sel parenkim.

3.     Jantung

Epikardium, miokardium, endokardium dapaat terlibat. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan foksl pada miokardium dan endokarditis.

4.     Otot rangka

Perubahan berupa local nekrotis, vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot disebabkan oleh invasi langsung leptospira, dapa6t juga ditemukan antigen leptospira pada otot.

5.     Mata

Menyebabkan uveitis, karena masuk ke dalam ruang anterior mata selama fase leptospiremia.

6.     Pembuluh darah

Perubahan pembuluh darah akibat vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan.

7.     Susunan Saraf Pusat

Meningitis terjadi saat pembentukan respon antibody ,  tidak pada saat memasuki CSS. Mekanisme meningitis terjadi melalui proses imunologis. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptis, paling sering disebabkan oleh L.canicola.

8.     Weil Disease

Leptospira berat yang ditandai dengan ikterik, biasanya disertai perdarahaan, anemia, azotemia, gangguann kesadaran dan demam tipe kontinua. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic dan disfungsi vascular.

  1. GAMBARAN KLINIS

Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas yaitu fase leptospirosis atau fase septicemia dan fase imun.

Fase septikemi terjadi selama 1 minggu, kemudian dilanjutkan dengan fase imun yang ditandai dengan peningkatan produksi antibody dan ekskresi leptospira ke dalam urin. Kebanyakan komplikasi yang terjadi pada leptospira berhubungan dengan lokasi leptospira pada jaringan selama fase imun, yaitu munggu ke 2 pada perjalanan penyakit.

Leptospirosis terbagi leptospirosis anikterik dan ikterik. Leptospirosis anikterik jarang terjadi dan angka kematiaannya kecil. Leptospirosis ikterik lebih berat dibandingkan dengan yang anikterik, progesif denngan cepat, menyebabkan keadaan gawat.ikterik dapat sembuh jika pasien sembuh dari leptospirosis karena ikterik yang terjadi tidak berhubungan dengan hepatoselular nekrosis. Bilirubin meningkat selama beberapa minggu kemudian berangsur-angsur normal kembali.serum Transaminase mengalami peningkatan.

  1. DIAGNOSIS

Diagnosis awal leptospirosis sulit, karena pasien biasanya datang dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok toxic, demam yang tidak diketahui asalnya, dan diatetesis hemoragik, bahkan pancreatitis. Pada Anamnese pasien penting diketahui riwayat penyakit pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan demam, bradikardia, nyeri otot, hepatomegali dll. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan lekositosis, normal atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia, LED meningkat. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria, dan torak cast. Bila organ hati terlibat, bil direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. Bila terjadi komplikasi ginjal, BUN, Ureum,Kreatinin bisa meningkat.

Kultur : sampel dari darah ataupun CSS, segera pada gejala awal, sebelum ddiberikan antibiotic.

Serologi : pemeriksaan dengan cepat, dengan menggunakan PCR, silver strain atau fluroscent antibody stain, dan mikroskop lapangan gelap.

Tabel 2. Kriteria WHO oleh Feine untuk diagnosa Leptospirosis

Daftar Pertanyaan Jawaban Nilai
A. Jenis gejala dan laboratorium
Sakit kepala mendadak Ya/tidak 2/0
Conjunctival suffusion bilateral Ya/tidak 4/0
Demam Ya/tidak 2/0
Bila demam >38 C Ya/tidak 2/0
Meningismus Ya/tidak 4/0
Nyeri otot terutama betis Ya/tidak 4/0
Meningismus, nyeri otot dan konjungtiva suffosion bersamaan Ya/tidak 10/0
Ikterik Ya/tidak 1/0
Albuminuria atau azotemia Ya/tidak 2/0
B. Faktor epidemiologi seperti riwayat kontak binatang ke hutan, rekreasi, tempat kerja atau diduga atau diketahui kontak dengan air yang terkontaminasi. Ya/tidak 10/0
C. Hasil laboratorium serologi :
Serologi (+) di daerah endemik :
Single (+), titer rendah Ya/tidak 2/0
Single (+), titer tinggi Ya/tidak 10/0
Pair sera, titer meningkat Ya/tidak 25/0
Serologi (+) bukan daerah endemik :
Single (+), titer rendah Ya/tidak 5/0
Single (+), titer tinggi Ya/tidak 15/0
Pair sera, titer meningkat Ya/tidak 25/0

Keterangan : Berdasarkan kriteria di bawah, leptospirosis dapat ditegakkan bila jumlah A+B >25, atau A+B+C >25 disebut presumptive leptospirosis; dan bila A+B nilai antara 20-25 disebut suggestive leptospirosis.

  1. PENGOBATAN

Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Pada beberapa pasien membutuhkan tindakan hemodialisis kontemporer.

Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, 4 hari setelah onset cukup efektif. Untuk kasus berat biasa digunakan intra venapenissilin G, amoxicillin, ampisillin, eritromisin. Pada kasus ringan, digunakan antibiotic oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin, amoksisilin, atau sefalosporin.

  1. PROGNOSIS

Jika tidak ada ikterus, jarang fatal. Jika terdapat ikterus, angka kematian 5% di bawah usia 30 tahun, 30-40% pada usia lanjut.

  1. PENCEGAHAN

Untuk daerah tropis sangat sulit. Bagi yang memiliki resiko tinggi, sebaiknya melindungi diri dari kontak dengan bahan-bahan yang terkontaminasi. Vaksinasi belum berhasil dilakukan.

BAB III.

PENUTUP

RESUME

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh leptospira. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara insidental. Immunitas terhadap leptospirosis terutama merupakan imunitas humoral, namun imunitas seluler berupa opsonisasi makrofag serta aktifasi netrofil juga turut berperan. Mobilitas respon imun seluler terjadi terutama pada fase initial infeksi pada minggu pertama. Secara simultan, bakteri akan mulai menghilang dari sirkulasi seiring dengan terbentuknya antibodi, dan respon imun seluler akan mulai digantikan dengan imunitas humoral, yang mengindikasikan bahwa dimungkinkan terdapat faktor inhibitor yang menyebabkan penekanan terhadap respon imun seluler. Gejala klinis yang timbul mulai dari ringan sampai berat bahkan kematian, bila terlambat mendapat pengobatan. Diagnosis dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat akan mencegah perjalanan penyakit yang berat. Pencegahan dini terhadap merka yang memiliki factor resiko terinfeksi, diharapkan dapat melindungi mereka dari serangan leptospirosis.

Bagan Imunologis leptospirosis

Kategori:kedokteran
  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar